Ponorogo – Portalnews Madiun Raya

Jangan membeli kucing dalam karung, istilah itu mungkin tepat dengan apa yang telah digambarkan oleh SY (41). Warga Magetan yang menceritakan pengalamannya sesaat setelah Open BO di Ponorogo.

Pria yang telah menduda itu menceritakan bahwa suatu ketika dirinya membooking cewek melalui aplikasi Michat.

“Seperti biasa mas, saya memilih dari sekian banyak cewek yang ready di statusnya. Setelah sepakat saya menuju disebuah hotel di Ponorogo dan langsung menuju ke kamar yang bersangkutan,” terang SY, Sabtu (23/10/2021).

Namun, alih-alih hendak asyik-asyik dengan cewek pilihannya, SY justru terkejut setelah masuk kamar hotel. “Aduh, ternyata dia Waria mas. Parasnya memang cantik, tapi kalau adu pedang nggak lah mas, saya masih normal, setelah tahu saya beri uang 100 ribu lalu saya pamit,” ucapnya dengan tersenyum kecut.

SY lalu berpesan, kalau mau Open BO harus hati-hati. “Disini banyak Waria alias Bencongnya. Pastikan teman mainnya itu benar-benar wanita. Kalau perlu minta nomor WA nya dan di video Call dulu, nggak papa kalau minta DP dulu yang penting kita beli dan kita dapat barang yang sesuai,”ungkapnya serius.

SY menjelaskan bahwa masa pandemi Open BO memang menjadi pilihan untuk menyalurkan hasratnya. “Yah, hitung-hitung ikut membantu sesama mas. Tapi janganlah kalau Waria atau Bencong, kecuali memang anda tidak normal alias Bencong juga, ha ha ha.”Tutup SY sambil tertawa. (Red).

*Ditulis dari wawancara dengan Kontributor*

Ponorogo – Portalnews Madiun Raya

Dengan menggunakan beberapa aplikasi di Play Store bisnis Open BO atau Open Bookingan di Ponorogo tetap menggeliat. Bahkan bisa dikatakan lebih ramai bila dibandingkan dengan Kota Madiun.

Hal itu disampaikan oleh kontributor Madiunraya.com yang berhasil mewawancarai pelaku BO yang berasal dari Bandung, S (33).

Menurut S, dirinya biasa pindah-pindah kota untuk tetap bisa bekerja dan mencukupi nafkah bagi keluarganya. “Tidak ada pilihan lain mas. Yang terpenting anak saya di kampung dan tanggungan pinjaman bisa saya cukupi,”Terangnya.

Lebih lanjut S menggunakan beberapa aplikasi yang ada di play store untuk mempromosikan diriya. “Biasanya menggunakan beberapa aplikasi. Lalu kita pasang status, tambahkan teman sekitar dan kemudian kita melakukan tawar menawar di aplikasi tersebut. Jika deal maka kita ketemuan dan biasanya bayar ditempat,” ujarnya.

Namun menurut S, tidak semua calon konsumennya langsung setuju dengan apa yang ditawarkannya. “Biasa kita memasang tarif Rp 600 ribu sekali main mas. Karena saya juga harus membayar sewa hotel dan lainnya. Karena mungkin harganya segitu ada yang mau dan ada juga yang tidak mau. Banyak juga yang PHP, bilangnya mau kesini tetapi setelah ditunggu tidak datang,”urai S.

S juga menyebutkan bahwa setelah berkeliling dari satu daerah ke daerah yang lain, Ponorogo cukup ramai peminat BO nya. “Saya pernah di Kota Madiun, selama Pandemi ini disana sehari bisa 1 – 3 konsumen, namun kalau di Ponorogo bisa sampai 5 orang perhari. Dan kalau di Ponorogo, begitu deal langsung datang ke Hotel jadi tidak banyak yang PHP,” lanjutnya.

Saat ditanya apakah tidak takut dengan Pademi Covid 19 dan AIDS, S menjawab bahwa dirinya sudah pasrah kepada Tuhan. “Mau bagaimana lagi mas, hanya ini yang bisa saya lakukan untuk mencukupi kebutuhan saya dan keluarga di kampung. Yang terpenting saat melakukan itu, konsumen dalam keadaan bersih dan menggunakan kondom. Kalau soal Pandemi kan itu ada gejalanya, jika saya merasa meriang maka saya tidak membuka praktek, intinya pasrah saja sama Tuhan mas.”Pungkasnya. (Jim/Gin).

Peliput : Jimi Dian Pangestu

Penyunting : Agin Wijaya

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.