Ngawi, MADIUNRAYA.com
Demi meraup keuntungan, GAP (29) warga Karanganyar Jawa Tengah memalsukan obat tikus dan diperjualbelikan.
Atas tindakannya itu, Aparat Polres Ngawi segera turun tangan mengungkap kasus tersebut.
Dalam keterangannya, Kapolres Ngawi, AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto, S.H menjelaskan bahwa TKP kejadian itu berada di salah satu toko pertanian Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi.
“Kasus ini terungkap berkat laporan warga masyarakat. Dalam hal ini, Pelapor yang juga karyawan pihak produsen mengecek ke beberapa toko obat pertanian yang ada di Kabupaten Ngawi, dan ditemukan Racun Tikus Palsu yang dijual oleh pelaku,” ucap AKBP Dwi Sumrahadi, Sabtu (10/08) kemarin.
Lebih lanjut, setelah pelapor mendapati obat tikus yang bertutup warna merah dan bukan asli produksi pabriknya (palsu), akhirnya yang bersangkutan melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke Polres Ngawi.
“Setelah melakukan penyelidikan terhadap pemilik toko, sales dan beberapa saksi lainnya, akhirnya Unit Pidana Khusus Satreskrim Polres Ngawi berhasil mengidentifikasi terduga pelaku. Hasil pemeriksaan para saksi, penyidik menetapkan seorang tersangka inisial GAP (29) warga Karanganyar Jawa Tengah,” ungkap AKBP Dwi Sumrahadi.
Saat diperiksa, Pelaku GAP mengaku memesan stiker yang sama persis dengan obat tikus merk Alufos yang asli di sebuah percetakan yang ada di Surakarta.
“Stiker tersebut kemudian ditempelkan pada obat tikus yang sebelumnya ia beli tanpa merk (polosan),”kata AKBP Dwi Sumrahadi.
Atas pengungkapan tersebut, Polisi juga menyita barang bukti antara 1 (satu) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna putih (asli) dan 190 (seratus sembilan puluh) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna merah (palsu).
Karena perbuatannya, pelaku diterapkan pada pasal 100 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis dan atau pasal 123 UU Nomor 22 tahun 2019 tentang system budidaya pertanian berkelanjutan.
“Untuk ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 2 Millyar. ” pungkas AKBP Dwi Sumrahadi. (red)