DPRD Ponorogo DUKUNG Bangkitnya Seni Budaya yang telah lama Mati

Dahono Wengker Reborn, Disutradarai Kang Bupati Sugiri Suguhkan Intrik Politik, Cinta, dan Pengkhianatan di Era Majapahit

Ponorogo, MADIUNRAYA.com

Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, SH, M.Si mendukung penuh kebangkitan Ketoprak lokal Ponorogo, Dahono Wengker yang pernah berjaya di era 90-an.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPRD Ponorogo yang menonton langsung pertunjukkan Dahono Wengker Reborn, tampil di panggung utama Alun-Alun Ponorogo, Kamis (7/8/2025).

“Jadi grup ketoprak asal Ponorogo, Dahono Wengker, ini kembali dibangkitkan oleh Kang Bupati Sugiri Sancoko. Momennya pun istimewa, bertepatan dengan peringatan Hari Jadi ke-529 Kabupaten Ponorogo. Sebagai wakil rakyat tentu sangat mendukung,” Ucap Kang Wi, panggilan akrabnya.

Menurut Ketua DPRD, Ketoprak melengkapi Seni Budaya di Ponorogo.

“Selain memiliki Reyog, Gajah-gajahan, Jaranan, Kebo-kebonan, Unto-untonan, Ketoprak memiliki penonton yang fanatik, apalagi disutradarai langsung oleh Kang Bupati Sugiri Sancoko, membuat penampilan Dahono Wengker Reborn menjadi Istimewa,” ucap Kang Wi.

Dia berharap, dengan bangkitnya Dahono Wengker Reborn, bisa membuat perekonomian ditengah Masyarakat bisa semakin tumbuh.

“Pedagang kecil, tukang parkir, seniman, pengrawit dan semuanya bisa mendapatkan tambahan rezeki. Karena dengan event-event yang terus digelar secara rutin bisa meningkatkan perekonomian dan tentu saja menjaga kelestarian seni budaya yang bersangkutan.”Tutup Kang Wi.

KETUA DPRD PONOROGO MENIKMATI PERTUNJUKKAN KETOPRAK DAHONO WENGKER REBORN

Sementara Kang Giri yang menjadi sutradara dalam pentas Ketoprak itu membawa lakon, “Sumilaking Mendung Temayung”.

“Ini mengisahkan era akhir Kerajaan Majapahit. Kala itu, Kedaton Majapahit digambarkan bergetar, bukan hanya karena guncangan politik, tetapi juga gejolak hati para tokohnya. Damarwulan, Minak Jinggo, dan Kencono Wungu terjebak dalam pusaran yang sama, cinta, tahta, dan syahwat kekuasaan. Kencono Wungu, permaisuri yang cantik namun tegar, berada di tengah pilihan sulit,”Jelas Kang Giri.

Namun, seperti janji kisah klasik, badai selalu memiliki ujung. Kehadiran Damarwulan, seorang pencari rumput yang tulus memperjuangkan cinta dan menjaga kejayaan Majapahit, perlahan mengusir awan kelam, menghadirkan kedamaian di Bumi Kedaton. 

Kang Bupati meracik cerita “Sumilaking Mendung Temayung” layaknya memasak rawon yang pekat, aroma intrik politik bercampur asmara, dibumbui strategi licik, lalu disiram kuah pengkhianatan.

Pentas ini mengaduk-aduk perasaan penonton, antara gemas pada tipu daya, kagum pada strategi, dan haru pada kesetiaan.

“Sumilaking Mendung Temayung adalah cerita di akhir masa Majapahit. Ada perjuangan, suksesi, asmara, strategi, dan pengkhianatan, semuanya kami racik dalam satu cerita,” ujarnya membuka pentas ketoprak. (ADV/YAH/GIN).

Peliput : Yahya Ali Rahmawan

Penyunting : Agin Wijaya