Pacitan – Portalnews Madiunraya.com

Diduga mengalami depresi karena sakit gatal disekujur tubuhnya tak kunjung sembuh, seorang kakek bernama Boiman (70), warga RT 02 RW 14 Dusun Bugel Desa Mantren Kecamatan Punung Pacitan ditemukan meninggal dunia setelah nekat gantung diri dibawah Pohon Jati, Ahad (31/10/2021).

Dilansir dari kabar-indonesia.com, Kapolsek Punung, Iptu Susilo Dwi Purnomo menyampaikan bahwa pihaknya mendatangi TKP setelah ada laporan peristiwa gantung diri di wilayah hukumnya. “Sekira pukul 13.45 WIB telah di temukan seorang laki-laki bernama Boiman warga RT 02 RW 14 Dusun Bugel Desa Mantren Kecamatan Punung Pacitan dalam kondisi tidak bernyawa dan tergantung dengan seutas tali yang diikatkan pada tangga dari bambu dan disandarkan pada pohon jati,”ungkap Kapolsek Punung.

Lebih lanjut Iptu Susilo Dwi menyampaikan kronologis kejadian itu. “Jadi pada hari Minggu sekira jam 12.00 WIB, saat anak korban bersama istrinya pulang kerumah dari ladang, dan mengetahui korban tidak ada di rumah. Kemudian anak korban mencari di kamarnya namun juga tidak ada, kemudian mencari di kebun belakang rumah dan di keketahui korban sudah dalam keadaan gantung diri dengan seutas tali plastik warna oranye yang diikatkan di sebuah tangga yang terbuat dari bambu dan di sandarkan pada sebuah pohon jati,”urai Kapolsek.

Kemudian anak korban minta tolong ke tetangga dan ke Kepala Dusun serta melaporkan kejadian ke Polsek Punung, “Mendapatkan laporan tersebut, Kami bersama anggota Polsek dan Petugas Kesehatan serta Kepala Desa mendatangi lokasi kejadian untuk mengevakuasi jenazah korban,” jelas Kapolsek Punung.

Setelah dilakukan olah TKP yaitu dievakuasi dan dilakukan visum oleh petugas kesehatan, di tubuh korban tidak diketemukan luka maupun bekas penganiayaan dan Korban meninggal dunia murni karena gantung diri. “Dugaan sementara penyebab nekatnya korban gantung diri dikarenakan korban mengalami depresi disebabkan memiliki penyakit gatal-gatal di sekujur tubuh yang tidak kunjung sembuh dan sudah berusaha berobat kemana-mana,” ucap Kapolsek.

Polisi juga mengamankan barang bukti berupa tali tampar warna oranye, Baju batik lengan panjang warna putih dan celana pendek warna biru.

“Jenazah korban langsung di makamkan karena keluarga menolak untuk dilakukan otopsi.” Pungkas Kapolsek Punung. (Red)

Pacitan – Portalnews Madiun Raya

Tembok dua rumah milik Jarno (60 tahun) dan Sogimun (59 tahun), warga di RT 02 RW 04 Dusun Bomo Desa Bomo Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan jebol di terjang batu besar yang tiba-tiba longsor dari Gunung di belakang rumahnya.

Menurut keterangan Wiwin anak pemilik rumah yang menjelaskan bahwa kejadian tersebut tiba-tiba terjadi dan batu tersebut menerjang dua rumah yang berdampingan sekira pukul 01.00 dini hari.

“Kejadiannya secara tiba-tiba, terdengar suara gemuruh dari atas gunung dan batu besar sudah menerjang rumah bagian kamar dan dapur, serta ruang tamu di rumah sebelahnya,”ucap Wiwin kepada pewarta, Ahad (17/01/2021).

Padahal menurut Wiwin, di kamar ada Ibu dan anaknya yang sedang tidur pulas. “Alhamdulillah batu tersebut tidak menimpa keduanya, hanya mengalami luka sedikit di bagian kepala, padahal batu besar itu sampai di atas kasur,”Lanjutnya dengan sedih.

Beruntung dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa, tiga keluarga yaitu Jarno (60 tahun), Sukatno (44 tahun) serta Sogimun (59 tahun) sementara waktu mengungsi di rumah keluarganya.

Mengetahui kejadian tersebut warga setempat beramai-ramai membantu mengevakuasi 3 kepala keluarga tersebut. Pagi harinya, warga bersama Pemdes Bomo, Koramil, Polsek membersihkan material yang ada.

“Setelah mendapat laporan warga saya langsung kelokasi kejadian dan melihat ke atas gunung. Di karenakan masih banyak batu-batu besar yang masih bisa longsor dan akan berbahaya bagi warga yang ada di bawah gunung tersebut, maka mereka kita evakuasi ke tempat yang lebih aman,”jelas Suratmi, Kepala Desa Bomo.

Saat ini, lanjut Suratmi, batu-batu besar yang siap longsor dari atas gunung, kita carikan solusinya agar tidak longsor. “Bersama Camat dan dari BPBD Pacitan kita pastikan agar batu yang diatas tidak turun ke bawah, sementara ini warga berusaha dengan alat seadanya membuat penahan sementara.”Pungkasnya. (red)

Pacitan – Portalnews Madiun Raya

Pembentukan Tim Pemenangan dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa hingga Dusun dan RW serta RT terus dilakukan oleh Bakal Calon Bupati Pacitan, Afghani Wardhana.

Di Kecamatan Punung, yang merupakan kecamatan tempat transit angkutan antar kota dan antar provinsi itu, Tim Pemenangan Afghani Wardhana sudah terbentuk.

Amar Makruf yang merupakan Ketua Tim Pemenangan Afghani Wardhana menyatakan bahwa di Kecamatan Punung sudah terbentuk Koordinator Kecamatan atau yang lebih disebut dengan Korcam. “Selain itu, 13 Koordinator Desa juga sudah terbentuk dan kami terus mensosialisasikan program, visi dan misi Afghani Wardhana menuju Pacitan yang lebih baik, Saya yakin dengan kerja sama dan perjuangan yang tiada henti akan membuahkan hasil yang memuaskan, ” Ucap Amar Makruf.

Afghani Wardhana mengapresiasi terbentuknya Tim Pemenangan di Kecamatan Punung. “Selain menyampaikan visi dan misi kita juga mendengarkan apa yang dibutuhkan oleh warga, karena pemimpin yang baik itu adalah yang mau mendengar keinginan warganya sebelum membuat keputusan, ini yang akan terus dilakukan menuju Pacitan yang lebih baik,” Ucapnya.

Kecamatan Punung memiliki Sumber Daya Alam yang luar biasa yang ada di 13 desa di kecamatan tersebut, yaitu Desa Bomo, Sooka, Punung, Mendolo Kidul, Piton, Kendal, Wareng, Mantren, Mendolo Lor, Ploso, Gondosari, Kebonsari, Tinatar.  (Red)

PACITANPortalnews MADIUNRAYA

Sebuah bangunan tua yang terletak di pinggir jalan antara Pacitan – Solo menarik perhatian penulis untuk menyambanginya.

Tidak lupa, penulis menghubungi Kepala Desa Sooka Kecamatan Punung yaitu Pak Eko Wahyudi untuk meminta ijin dan sekaligus memintanya untuk menjadi narasumber tentang gedung tua yang terlihat mangkrak tersebut.

Lebih jelasnya bisa disimak di Chanel Youtube Madiunraya TV berikut :

Misteri Eks Gedung Dikbud Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan

Menurut Eko Wahyudi yang saat itu didampingi oleh Mas Yuli, warga Baturetno yang merupakan temannya, Gedung tersebut dibangun pada tahun 1986 oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pacitan.

“Awalnya kehidupan masyarakat disini berjalan normal dan biasa saja, sampai dengan saat Dikbud akan membangun gedung ditempat ini. Sebelumnya ada beberapa pohon besar yaitu Trembesi, Belik atau Sumber Air dan Jalan Setapak yang ada dibelakang gedung ini,” terang Eko, Kamis (12/12/2019).

Setelah pembangunan gedung yang mengakibatkan belik atau sumber air mati, pohon besar di potong dan jalan setapak menjadi buntu, beberapa kejadian janggal terjadi, lanjut Eko Wahyudi.

“Diantaranya Kepala Kantor meninggal dunia secara tidak wajar, setelah itu 4 Kepala Kantor setelahnya juga meninggal dunia dengan tidak wajar, bahkan 2 pegawai kantor juga meninggal dunia dengan tidak wajar juga,” Kata Kades Sooka tersebut.

Setelah beberapa kejadian janggal tersebut, jelas Eko, maka pada tahun 1995 tidak ada pegawai lagi yang berani berkantor ditempat itu. “Akhirnya di tahun 1995 kantor ini dikosongkan dan jadinya mangkrak hingga saat ini atau hampir 25 tahun,” Jelas Eko.

Setelah selama ini kosong dan mankrak, ujar Eko, banyak paranormal yang mengatakan bahwa gedung itu dihuni makhluk astral. “Ini menjadi kerajaan jin di Kecamatan Punung, bahkan menurut salah seorang paranormal, ditempat ini bersemayam Putri Ijo yang merupakan Cucu Nyai Blorong yang memiliki pembantu seorang lelaki tua dan Mbok Rondo, beberapa pengendara yang melewati gedung ini pernah dinunuti oleh mereka dan menghilang saat tiba di Gunung Rondho yang letaknya tidak jauh dari tempat ini,” Ujarnya.

Sampai dengan saat ini, Kata Eko, banyak orang yang mengunjungi tempat tersebut dengan berbagai maksud. “Yang paling banyak adalah mencari peruntungan untuk menebak nomor, atau tujuan yang lain. Mereka membawa Kemenyan, Bunga, Minyak Wangi, Dupa, Mori dan Rokok lalu meminta apa yang mereka butuhkan, biasanya mereka melakukan ritual diruang tengah sebelah kanan, disana ada gundukan yang awalnya saya mengira sebagai tempat rayap, namun gundukan itu terus muncul dan jadilah seperti saat ini, ya pantangan ditempat ini adalah tidak berbuat yang jahat, menjaga lisan kita dan menghormati makhluk lain yang hidup berdampingan dengan kita.” Pungkas Eko Wahyudi.

Sementara menurut Yuli, yang merupakan warga Baturetno, dirinya pernah mengajak 2 orang temannya berkunjung ketempat itu. “Disana saya ditemui dua makhluk yaitu Gendruwo yang rambutnya rewok-rewok dan matanya besar, lalu sosok yang kedua adalah wanita berambut panjang, rambutnya menutupi mukanya, ya kita langsung uluk salam dan tidak mengganggu mereka. Harapan saya adalah gedung ini dibongkar, Mata Air dan Jalan Setapak dihidupkan lagi sehingga mereka tidak terganggu lagi.” Pungkasnya. (Yah/Gin).

Pewarta : Yahya Ali Rahmawan

Redaktur : Agin Wijaya

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.